GANDENKU.COM | Saya lupa baca di mana, suatu ketika salah seorang anggota DPR
dari Fraksi Reformasi berdiri dan berteriak lantang menantang orang-orang untuk
berdebat tentang konsep ekonomi syariah yang ia paparkan dalam sebuah rapat
anggota dewan. “Saya berani berdebat dengan orang yang menolak konsep ini”,
begitu katanya. Redaksinya mungkin tak sama. Tapi intinya seperti itulah.
Fraksi Reformasi ada di DPR periode 1999 sampai 2004. Berita
itu sendiri kalau tidak salah saya baca sekitar tahun 2002. Ada dua partai yang
tergabung dalam Fraksi Reformasi: Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan.
Nah, orang ini berasal dari Partai Keadilan.
Sebelumnya saya sudah pernah dengar nama anggota dewan ini.
Dan menjadi semakin kagum setelah membaca sepak terjang dia di parlemen. Namanya
Dr. Syamsul Balda, SE, MBA. Saya juga bangga dengan partai tempat ia bernaung.
Di tulisan yang saya baca itu, Syamsul Balda dipuji sebagai seorang yang
cerdas.
Tapi tak lama kemudian beredar kabar pemecatannya. Saya kaget,
heran, antara percaya dan tidak. Mungkin cuma sekedar diganti dari jabatan
anggota dewan.
Tahun 2008 saya bertanya kepada seorang ustadz tentang berita
tersebut. Saya sampaikan juga kekaguman saya kepada sosok Syamsul Balda. Di
situ saya mendapat jawaban, “Akhi .. kita harus mencintai orang secara
tawasuth, tidak berlebihan, supaya tidak kaget jika ada yang “mengecewakan”
dari orang yang kita kagumi itu ..” Jawaban ini masih terngiang di benak. Ustadz tersebut
membenarkan bahwa yang bersangkutan telah lama dipecat dari partai tempat ia
membangun dakwah. Sedih mendengarnya.
Pernah terpikir bahwa jamaah dakwah tempat ia bernaung akan
rugi karena memecatnya. Tapi ternyata jamaah itu tetap jalan dengan atau
tanpanya. Dan beliau, insya Allah, punya ladang dakwah sendiri.
***
Kalimat-kalimat yang ia tulis begitu hidup. Sejak tahun 99
saya sisihkan uang jajan untuk berlangganan majalah Tarbawi tiap bulan demi
membaca tulisan tokoh yang dijuluki “Syaikhut Tarbiyah” ini.
Kata-kata yang ia tulis penuh ruh dan “makjleb”. Ada tiket
untuk membaca tulisannya. Tiket itu bernama “wawasan yang luas”. Karena dalam
satu topik yang ia tulis, pembacanya diajak melanglang buana pada kisah,
sejarah, dan hal-hal lain yang berkaitan. Kadang, kurang paham kalau cuma
sekali membaca tulisannya, karena kurang luasnya wawasan saya.
Setelah kemudian
saya berinteraksi dengan wawasan-wawasan baru, dan saya baca kembali tulisan
itu, barulah saya ngeh dengan poin-poin yang disinggung dalam artikel tersebut.
Ah… ustadz Rahmat Abdullah. Tahun 2005 ia wafat. Mendengar
berita kepulangannya saat itu benar-benar menyesakkan dada saya. Pilu. Sedih
tak terkira. Terbayang kembali momen syahdu di suatu ketika ia memimpin doa
dalam acara demonstrasi di depan gedung dubes Amerika. Saat itulah saya pertama
kali melihat sosoknya langsung.
Saya mellow abis di hari ia dikuburkan. Ingin melayat tapi tak
tahu jalan. Saya pikir jamaah dakwah yang ia bina akan terpukul besar dengan
kepergiannya. Tapi rupanya jamaah itu tetap berjalan. Karya-karya ustadz Rahmat
Abdullah masih beredar hingga kini dan masih tetap hidup.
***
Saya tak terlalu mengenal beliau walau sering mendengar
namanya. Ya jujur saja, banyak kok orang yang saya cuma tahu sedikit tentangnya
namun saya menaruh hormat begitu dalam kepada sosok itu.
Nah, orang ini saya dengar menjadi ustadz spesialis pembangkit
ruhiyah kader dakwah. Namanya ustadz Ahmad Madani. Bahkan saya lupa tahun
wafatnya, entah 2001 atau 2002. Tapi saat mendengar ia wafat, saya merasa
dakwah akan kehilangan orang yang besar. Siapa lagi yang akan membangkitkan
semangat ubudiyah kader dakwah? Namun dakwah tetap berjalan dengan atau
tanpanya.
***
Ustadz yang ini terkenal dengan spesialis penasihat
pernikahan. Saya ingat majalah Al-Izzah pernah mewawancarainya untuk masalah
pernikahan. Saya juga pernah hadir di seminar pra nikah di momen milad PKS di
Istora Senayan – kalau tidak salah tahun 2006 – yang pembica ranya saat itu
adalah ustadz yang saya hormati ini dan artis Yana Julio.
Kenangan lain, saya pernah sholat bersama (bahkan kalau tidak
salah ia berdiri di samping saya) di
sebuah musholla di daerah Kalisari, Jakarta Timur. Saya juga menjadi saksi
kajian subuhnya yang begitu berbobot di sebuah masjid di Kalisari (saat itu
tugasnya sebagai anggota dewan periode 2004-2009 sudah selesai. Ia bilang
kehidupannya sangat nyaman setelah tak lagi menjadi anggota dewan).
Beliau, ustadz Yusup Supendi, cukup vocal ketika Forum Kader
Peduli masih happening sekitar tahun 2008-an. Saya mendengar manuver beliau
untuk meluruskan partai tempat ia bernaung. Sedemikian rupa perselisihan antara
ia dan partai hingga kemudian saya dengar kabar pemecatannya. Lalu – duaarr… –
tahun 2011 media massa ramai-ramai memberitakan pertikaiannya.
Ia memang telah dipecat. Sedih mendengar hal itu. Saya kagum
dengan kapasitas keilmuannya. Saya pikir, barisan dakwah yang memecatnya akan
kehilangan tokoh hebat. Namun rupanya dakwah tetap bergulir dengan atau tanpanya.
***
Pun dengan sosok yang satu ini. Beliau bagi saya adalah guru
zuhud untuk kader dakwah yang sedang berhadap-hadapan dengan moleknya dunia.
Sewaktu menjadi anggota dewan, motor bututnya sampai diangkut satpam DPR karena
satpam menyangka ada orang yang “lancang” memarkir motor butut di kawasan yang
harusnya diisi mobil-mobil mewah wakil rakyat.
Siapa lagi kalau bukan ustadz Mashadi. Ia juga berselisih
dengan partai. Panjang perselisihan itu, dan ia sendiri sejatinya tak ingin
keluar jamaah yang ia besarkan. Tapi keputusan petinggi partai telah jatuh.
Ustadz Mashadi tak lagi bersama dengan jamaah dakwah ini.
Saya tak tahu apa jadinya partai dakwah tanpa guru yang punya
keteladanan tinggi seperti ustadz Mashadi. Tapi rupanya dakwah terus berjalan.
Dan ia sendiri tak kekurangan kontribusinya untuk umat.
***
Yang saya tahu, ustadzah ini sangat mumpuni dalam urusan
robthul am. Pergaulannya luas. Kabarnya ia juga sempat membimbing Pipit Senja,
penulis terkenal itu. Kiprahnya sebagai anggota dewan juga diacungi jempol oleh
banyak pihak.
Ustadzah Yoyoh Yusroh namanya. Melihat pengaruhnya, saya
memandang ia adalah Rahmat Abdullah dalam versi wanita. Keterlaluan kalau kader
PKS tidak kenal sosok yang wafat tahun 2011 ini.
Ia seorang wanita yang sangat peduli dengan perjuangan
Palestina. “Kehilangan Yoyoh adalah kehilangan bagi dakwah internasional,”
begitu penilaian ustadz Hilmi Aminuddin terhadap sosok wanita yang di sela
kesibukannya tak mengabaikan interaksi dengan Qur’an. Tapi dakwah tetap
berjalan, meski telah kehilangan tokoh wanita luar biasa ini.
***
Cukup segitu saja. Sudah kepanjangan. Tiap orang hebat punya
“ajal” untuk membersamai sebuah barisan dakwah. Entah itu berupa kematian, atau
keputusan syuro berupa pemecatan.
Tapi bangunan dakwah tempat saya bernaung adalah jamaah yang
bertugas melahirkan orang besar dan tak bergantung dengan orang hebat yang
sudah ada. Dan kita juga tetap berjalan meski orang-orang yang kita kagumi tak
lagi melangkah dalam satu barisan.
Salam hormatku buat para qiyadah..
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih telah bersilaturahim di blog kami...