GANDENKU.COM | KisMah - Pemilihan Mahasiswa Berprestasi IPB 2017 telah usai dan saya
kembali ingin berbagi cerita. Sejujurnya saya tidak pernah bermimpi untuk berada dimana
saya hari ini. Saya lahir dan besar desa zona merah dari konflik separatis Aceh
tahun 1979-2005. Bukanlah hal yang mudah. Penemuan mayat dan korban sipil
adalah pemandangan sehari-hari saat kecil. Anggota keluarga yang hilang diculik
adalah berita sehari-hari kami. Dan suara kontak senjata adalah lagu pengantar
tidur di setiap malam kami. Sehingga kami tidak punya waktu untuk membangun,
apalagi untuk kuliah. Yang kami inginkan selama bertahun-tahun adalah
berhentinya warga sipil yang harus membayar dengan nyawa untuk dosa yang tidak
mereka lakukan. Ekonomi terpuruk, pendidikan nyaris tidak ada.
Desa asal saya saat itu mungkin tidak memiliki lebih dari 10
jenis pekerjaan warganya. Semua masih di sekitar pertanian. Sawah, ladang,
kebun. Sehingga sejak kecil saya sangat akrab dengan dunia pertanian dan selalu
menjadi arah saya untuk mengabdi. Hingga satu hari desa kami kedatangan seorang
penyuluh pertanian asal Jawa. Beliau mengenalkan kami pada teknologi mutakhir
dari budidaya pertanian yang dapat digunakan petani. Sejak itu kami mengenal
mulsa plastik, benih hibrida, dll. Dan beliau adalah sarjana dari IPB.
Sejak itu, di saat teman-teman saya sangat terobsesi menjadi
prajurit medan perang dan berjuang untuk daerahnya, saya justru ingin dengan
bangga menyampaikan pada mereka bahwa saya ingin melanjutkan pendidikan hingga
IPB. Sejak dini Ibu saya melawan arus masyarakat desa, bahwa membangun Aceh
bukan dengan senjata. Tapi dengan pengetahuan dan SDM yang berkualitas untuk
membawa masyarakat ini sejajar dan sedamai masyarakat di Jawa. Saya tidak akan
pernah lupa pesan beliau "Dengan pendidikanlah kamu bisa merubah keadaan
kita saat ini. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap sekolah"
Dan saya terus memegang pesan Ibu saya. Dengan segala
kekurangan keluarga, saya tetap melanjutkan sekolah. Hingga pada akhir sekolah
menengah, keadaan kembali menantang saya. "Mama tidak punya apa-apa untuk
kuliahkan kamu, nak. Kalau kamu bisa, keujung dunia manapun Mama akan selalu
dukung kamu" dan saya berjuang untuk bisa mewujudkan mimpi saya menjadi
seorang sarjana pertanian. Allah mengirimkan saya Sekretaris IPB, Dr. Ir. Ibnul
Qoyyim, dan memberikan saya 'courage' melalui tangan beliau. Dan lagi, Allah
tidak akan membiarkan hasil mengkhianati usaha. Atas inspirasi dan 'courage'
itu, Allah akhirnya menghantarkan saya ke bumi kampus IPB untuk. pertama
kalinya pada 26 Juni 2014.
Saya sangat bersyukur pada Allah swt bahwa pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memahami kondisi
putera-puteri daerah seperti saya dan mengadakan jalur khusus bagi kami
putera-puteri daerah yang belum cukup terbangun, yaitu Afirmasi 3T (terluar,
terdepan, dan tertinggal) sebagai jalan saya untuk berikhtiar.
Malam ini (8/4/17), saya membuktikan diri di depan Rektor
dan pimpinan IPB lainnya, para pimpinan organisasi kemahasiswaan, serta calon
mahasiswa berprestasi IPB yang ber-IP 4,00, bahwa Ditjen Dikti tidak pernah
sia-sia telah melahirkan program tsb.
Meski tidak keluar sebagai juara utama, alhamdulillah saya
mendapatkan Honorable Mention yang disampaikan langsung oleh perwakilan Dewan
Juri, yaitu Prof. M. Firdaus. Malam ini adalah pencapaian terbesar yang pernah
saya raih di hidup saya dengan bersanding bersama mahasiswa IPB yang luar
biasa. Saya sudah membuktikan bahwa Afirmasi Dikti adalah program yang tepat
untuk mencari mutiara-mutiara bangsa. Direktur PPKU, Dr. Bonny, pernah berkata
bahwa kami ini sebenarnya adalah mutiara-mutiara bangsa yang begitu berkilau.
Hanya saja terbenam dalam pasir perjalanan bangsa. Yang kami butuhkan adalah
asahan. Dan saya sudah membuktikan bahwa tangan IPB bisa mengasah mutiara
berpasir itu dan layak ditempatkan pada etalase emas milik IPB.
Saya percaya masih ada ratusan, ribuan, jutaan, mutiara bangsa
lainnya yang terpendam di pelosok negeri. Cepat atau lambat mereka akan muncul
dan menyinari nusantara dengan kebanggan mereka dan semangat mereka untuk
membangun negeri. Tuhan YME adalah saksinya. Dan menjadi tanggung jawab kita
semua untuk bahu-membahu membantu mereka mewujudkan mimpi mereka untuk
membangun Indonesia dari pagar negeri.
Malam ini meskipun tidak keluar sebagai juara utama, saya
pulang dengan terhormat membawa rasa syukur pada Allah dan rasa bangga saya
pada daerah saya, mahasiswa afirmasi, dan Fakultas Pertanian.
Ucapan terima kasih saya kepada Rektor IPB, Wakil Rektor,
seluruh jajaran pimpinan IPB, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Ketua BEM KM IPB, ketua DPM KM IPB, Sekjen MPMKM
IPB, Ketua BEM Fakultas Pertanian, Ketua Himpunan Mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura IPB, dan Ketua Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong IPB berserta seluruh
jajarannya. Terima kasih yang spesial untuk Dr. Ir. Eny Widajati, MS yang sudah
mendukung saya sejak awal, Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS selaku pembimbing
saya pada seleksi ini, Dewan Juri seleksi tingkat departemen, fakultas, dan
IPB, serta teman-teman seperjuangan Azalea (AGH'51) yang menjadi lingkungan
dimana saya dapat berjuang.
Kepada seluruh teman-teman Mawapres IPB 2017, terima kasih
atas semua kenangan bersama. Pada Pak Ujang, Mas Ari, Mba Gesty, Mba Dewi, dan
Mas Insan yang banyak membantu di belakang layar, serta pastinya Direktorat
Kemahasiswaan IPB. Terima kasih juga pada sahabat saya, Jefry dan Bambang, sudah
menjadi teman hidup yang luar biasa. Terima kasih juga saya ucapkan pada Ibu
saya, adik-adik saya Putri, Oca, Gibran, dan ayah saya. Terima kasih. Saya
minta maaf pada kalian semua bila belum bisa menjadi apa yang kalian harapkan.
Kepada saudaraku, Ado dan Wildan, pada kalianlah saya
titipkan rasa bangga ini terhadap almamater kita. Sesuai lirik hymne-nya,
kampus ini adalah pengemban cita suci. Saya adalah saksi betapa tulus dan
sucinya IPB mengasah mutiara-mutiara itu. Bawalah IPB menjadi juara utama. Tunjukkan
di luar sana bahwa justru pertanianlah yang melahirkan generasi yang prestatif
dan unggul serta menjadi garda terdepan dalam memperkokoh martabat bangsa.
Jayalah IPB kita. IPB, digdaya!
Dramaga, 9 April 2017
Salam Anak Bangsa,
Feryan Fernanda