GANDENKU.COM | Opini - Wacana pemilihan Rektor oleh Presiden baru saja berlalu.
Meski kemudian direvisi oleh Mendagri sendiri bahwa Presiden akan berfungsi
sebagai "konsultan" saja.
Untuk beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berstatus
Badan Hukum, aturan bagaimana memilih Rektor dan siapa yang dapat menjadi
Rektor sudah sangat jelas tercantum dalam Statuta masing-masing. Pedoman dasar
pelaksanaan kegiatan di PTN tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,
sebagai pelaksanaan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Mengacu pada UU
12/2011 pasal 7, tentunya kedudukan Statuta ini lebih tinggi dari Peraturan
Presiden atau peraturan pelaksana semacam Permen.
Untuk contoh kasus IPB, yang kebetulan sedang berhajat
memilih Rektor baru pada tahun 2017 ini, dalam Statuta (PP 66/2013),
dicantumkan secara jelas dalam pasal 43 bahwa tata cara pemilihan rektor
ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) berdasarkan usulan dari Senat Akademik
(SA). Selain itu Kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Rektor juga ada
pada MWA.
Mekanisme untuk pemilihan Rektor di IPB sudah ditetapkan
melalui Peraturan MWA dan SA. Di antaranya adalah akan ada tiga calon rektor
yang diseleksi oleh Senat Akademik untuk diajukan ke MWA. Selanjutnya MWA yang
beranggotakan 17 orang yang akan memilih siapa yang akan menjadi Rektor. Bila
diperlukan pemungutan suara dalam proses tersebut, maka Menristekdikti sebagai
wakil Pemerintah akan memiliki 8 hak suara (35%). Bila Menteri dianggap sebagai
representasi (kepentingan) Presiden maka perannya signifikan dalam menentukan
siapa yang akan menjadi Rektor dari 3 kandidat tadi. Akan menjadi menarik bila
anggota MWA bukan Menteri dominan memilih calon tertentu, sedangkan berdasarkan
"konsultasi" kepada Presiden, calon yang diinginkan berbeda. Bila
keinginan Pemerintah tersebut "dipaksakan, maka tidak tertutup adanya
kesulitan Rektor dalam menjalankan kepemimpinannya lima tahun ke depan, karena
kultur di Peguruan Tinggi yang sangat berbeda dengan lembaga birokrasi
Pemerintahan.
Tentang siapa yang harus menjadi Rektor, mengacu pada pasal
52 Statuta IPB, dinyatakan ada 11 kriteria yang menjadi persyaratan seseorang
menjadi Rektor. Di antaranya calon rektor harus berusia tidak lebih dari 60
tahun dan merupakan dosen tetap berstatus pegawai negeri sipil.
Terkait kapabilitas dalam memimpin Perguruan Tinggi,
setidaknya dipenuhi oleh 4 kriteria dari 11 syarat tersebut, yaitu memiliki
integritas, komitmen, kepemimpinan akademik, dan kemampuan manajerial Perguruan
Tinggi; bersifat inklusif dan mengayomi; berwawasan luas mengenai pendidikan
tinggi serta memiliki jiwa kewirausahaan.
SA akan memainkan peran kunci dalam menyeleksi sejumlah
Bakal Calon Rektor (sampai saat ini di IPB ada 24 nama), dengan terutama
mengacu pada 4 kriteria tadi, untuk memperoleh 3 nama yang akan diajukan kepada
MWA. Dengan demikian seorang calon Rektor tentulah orang yang a.l. mempunyai
kewibawaan dan prestasi akademik, yang ditunjukkan a.l. oleh berbagai karya ilmiah
seperti jurnal dan paten yang dihasilkan, serta mempunyai rekod yang baik,
terutama pada saat yang bersangkutan memainkan peran dalam manajemen di
Perguruan Tinggi. Calon Rektor tersebut tentu harus berdedikasi secara total
untuk kemajuan IPB dengan keberadaan dosen, pegawai dan mahasiswanya.
Calon Rektor harus berkaca kepada para Rektor terdahulu.
Tidak hanya cendekia dalam bidang ilmunya, namun berbagai karya monumental
dilahirkan untuk kemajuan IPB dan Bangsa. Sebut saja Prof Toyib Hadiwidjaja,
yang berduet dengan Prof Bachtiar Rifai membangun IPB sejak awal; menginisiasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi dan juga mempelopori pembangunan kampus IPB
Darmaga.
Dalam birokrasi, Prof Toyib adalah orang yang dipilih
Sukarno untuk pertama kali memimpin Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan. Pada saat Suharto memulai Repelita, Prof Toyib pula yang dipilih
sebagai Menteri Pertanian sampai mengantarkan Bangsa Indonesia pada gerbang
swasembada beras di akhir era 1970-an, wujud mimpi Sukarno dalam pidatonya Hidup
Mati Bangsa pada peletakan batu pertama pembangunan kampus IPB di
Baranangsiang.
Karya monumental Rektor pendahulu lainnya tentu tidak boleh
dilupakan. Seperti Prof A.M. Satari yang mendapat amanah Mendikbud untuk
menjalankan sistem pendidikan sarjana 4 tahun.** Atau Prof Andi Hakim Nasoetion
yang membidani sistem seleksi masuk Perguruan Tinggi melalui jalur undangan
(saat ini SNMPTN), senantiasa mengharumkan nama IPB di mata nasional. Tentu
sederet Rektor-Rektor IPB terdahulu sampai saat ini juga menorehkan prestasinya
masing-masing.
Proses pemilihan Rektor di IPB saat ini baru saja dimulai.
Harus diingat bahwa saat ini mekanisme pemilihan bukan dengan Pemilihan Raya
seperti periode Rektor IPB yang silam. Berbagai syarat/kriteria sudah sangat
jelas dan hendaknya senantiasa menjadi acuan. Ketiga calon Rektor yang akan
diajukan kepada MWA bukan orang-orang yang paling tinggi popularitasnya, namun
orang-orang yang paling mampu memimpin Perguruan Tinggi untuk berkarya bagi
kemajuan Pertanian dan Bangsa Indonesia tercinta.
Oleh : Prof.Dr. Muhammad Firdaus (Guru Besar IPB)
**Sumber: Buku Sejarah IPB I (IPB Press)
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih telah bersilaturahim di blog kami...