|
Anak-anak kampung Pamunuhan dan seorang kakek melakukan
foto bersama setelah dilaksanakannya pemotongan
hewan kurban tahun 2011 yang dilaksanakan di Kampung Pamunuhan |
Perkampungan sederhana di pinggiran sungai yang mengitarinya di
huni sekitar 50 Rumah Penduduk dengan jumlah KK sekitar 100 KK, kondisi
perumahan yang banyak di dominasi dengan dinding yang terbuat dari
anyaman bambu (bilik-bilik) ini memiliki suasana yang tampak asri, sejuk dan tenteram, terlebih disekitar perkampungan terdapat batang pohon kelapa yang menjulang kelangit biru.
|
Akupun menyusuri sungai sebelum menyebranginya dengan
menggunakan rakit bambu, keindahan alam yang pantas
di syukuri dan di gali potensinya |
Perkampungan yang ada di salah satu
pelosok di Kabupaten Pandeglang, tepatnya di Desa Cikuya Kecamatan Patia
ini bernama kampung Pamunuhan. Kampung Pamunuhan yang memiliki makna dan arti
Pembunuhan seolah-olah mennggambarkan sebuah perkampungan yang angker dan menyeramkan, namun tidak demikian dengan penduduk yang menghuni di perkampungan
tersebut. Penduduk yang kebanyakan bekerja sebagai petani buruh dan nelayan
buruh serta sebagian anak mudanya lebih banyak menjadi buruh di perkotaan ini
sangat ramah untuk para pendatang. Sehingga kesan angker yang digambarkan oleh sebuah nama kampung tersebut tidak terlihat dengan nyata.
Berdasarkan informasi yang disampaikan salah satu tokoh masyarakat setempat Bapak Sofyan bahwa ternyata pengertian pembunuh yang menjadi nama kampung tersebut memiliki makna bahwa istilah pembunuh yang dimaksud adalah membunuh
sifat-sifat buruk, membunuh sifat jahat maupun membunuh sifat malas. Disini menandakan bahwa penduduk tersebut memiliki JIWA LAKI BERANI yang pantang menyerah dan mampu untuk rela BERKORBAN ditengah kehimpitan dan kesusahan mereka. Awal memasuki perkampungan ini dipenghujung tahun 2008 silam, kampung ini masih belum memiliki listrik sehingga keluhan yang mereka sampaikan salah satunya adalah tentang masalah listrik, namun sejak tahun 2009 akhirnya listrik sudah dapat dinikmati sehingga perkampungan ini semakin hidup dan menentramkan dikala malam haru.
|
Anak-anak di Kampung Pamunuhan, tetap ceria
dan tersenyum dalam kondisi apapun juga. |
Perkampungan yang hampir terpencil dari
area perkampungan masyarakat lainnya ini, disekeliling kampung dikelilingi sungai yang mengalir menuju aliran laut pantai Panimbang. Disamping para suami yang bekerja sebagai buruh, sebagian dari ibu-ibu yang ada dikampung ini juga bekerja sebagai buruh ‘penggeprek emping melinjo’ yang merupakan makanan khas Pandeglang.
Hal ini akan menjadi potensi yang besar yang dapat dihasilkan oleh perkampungan ini, jika para buruh penggeprek emping ini tidak hanya sekedar buruh upahan melainkan menjadi 'pemain' langsung dalam menghasilkan emping-emping yang berkualitas bai,k. Dengan kelengkapan alam yang cukup memadai dan tersedia di kampung ini maka selayaknya dan sangat tepat jika kampung dapat dikembangkan menjadi kampung Pemberdayaan, dengan konsep pengembangan yang terpadu mulai dari pemberdayaan kaum ibu, pemberdayaan pemanfaatan lahan pekarangan, pemberdayaan pemuda, pemberdayaan pinggiran sungai sebagai pusat pemancingan masyarakat. Jika kampung pemberdayaan ini dapat terwujud maka tidak menutup kemungkinan perkampungan ini akan menjadi kampung wisata pemberdayaan yang memiliki fungsi rekreasi dan pendidikan baik buat para pelajar dari perkotaan maupun masyarakat umum.
|
Aku (jongkok tengah) bersama sahabat dan penduduk
menuju lokasi perkampungan pamunuhan menggunakan
rakit bambu yang ditambatkan pada tali yang membentang |
Untuk menjangkau perkampungan ini memiliki dua jalur, jika kemarau kedua jalur bisa ditempuh dengan jalan kaki maupun dengan menggunakan kendaraan roda dua, untuk menggunakan kendaraan roda dua dapat dilalui melalui kecamatan Pagelaran dan bisa juga masuk dari
Kecamatan Sukaresmi. Namun jika kondisi hujan maka akses yang paling
memungkinkan untuk ditempuh melalui jalan kaki adalah melalui kecamatan
Sukaresmi walaupun harus menyeberangi sungai sedalam 8 m dengan lebar lebih
dari 15 m dengan menggunakan rakit dari bambu yang biasa digunakan oleh
masyarakat setempat sebagai salah satu sarana transportasi penyebrangan, penggunaan perahu rakitpun masih dapat digunakan jika kondisi hujan tidak menyebabkan air sungai menjadi
pasang.
Sekalipun ada satu masjid diperkampungan,
namun setiap Idul Kurban perkampungan ini sangat jarang menerima bantuan hewan
kurban. Perayaan kurban dengan menyembelih hewan kurban pernah dilakukan itupun bersumber dari para donatur kurban diluar kampung tersebut, pelaksanaan kurban kambing dan kerbau yang pernah dilakukan adalah dilaksanakan oleh Rumah Pemberdayaan GSP pada tahun
2010 dan 2011. Sedangkan kurban sapi bagi mereka belum pernah menerimanya sampai dengan saat ini.
Bagi masyarakat kampung tersebut mengkonsumsi daging hanya dapat dirasakan pada waktu-waktu tertentu saja, dan merupakan keistimewaan buat penduduk setempat jika bisa menikmati daging tersebut. Untuk memudahkan mencapai perkampungan tersebut maka dapat menghubungi Ganden melalui telepon 087782050919. Sedangkan jalur menuju lokasi dari Jakarta jika menggunakan bus dapat dilakukan dengan turun di terminal bus Labuan, selanjutnya naik angkot jurusan Panimbang turun di Sukaresmi selanjutnya bisa dilakukan dengan jalan Kaki dan naik rakit bambu.