GANDENKU.COM | Serial 100 Hari - Siapa yang tidak bangga ketika melihat anaknya menjadi sarjana, setiap
orang tua senangnya tidak terbayang. Bahkan ada orang tua yang bisa 'mabuk
kepayang' ketika melihat anaknya menjadi seorang sarjana. Entah itu sarjana
muda atau sarjana tua.
Berkisah tentang seorang sarjana di tahuan 70 an
tentunya sangat jarang orang sudah menjadi Sarjana pada masa itu, jika ada
tentu ia akan 'laku keras' dipasaran. Ibarat supply dan demand, antara
kebutuhan dan ketersediaan lebih banyak kebutuhan. Berbeda dengan kondisi
sekarang, kondisinya berbalik. Maka dibutuhkan kepiawaian yang 'khusus' bagi
seorang sarjana agar bisa tetap berpenghasilan.
Kembali lagi kisah ini ke era tahun 70-an, kisah ini
merupakan sebuah cerita nyata dari seseorang. Sebut saja namanya Dhilan,
mungkin lebih pas nya dipanggil pak Dhilan atau Kakek Dhilan, hehehe... maklum
sekarang usianya sudah sepuh.
Pak Dhilan ini seorang sarjana yang rela mengembara di
kota Jakarta, kota yang kata orang paling kejam bahkan lebih kejam dari ibu
tiri. Padahal nyatanya tidak 100% benar, banyak orang-orang Jakarta yang
friendly dan ramah, meskipun tidak semuanya. Pak Dhilan ini datang ke Jakarta
maksud hati untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazah dia punya. Namun
sayang seribu sayang, pekerjaan tak kunjung didapat. Akhirnya untuk menyambung
hidup ia pun bekerja serabutan, dan lebih intensnya lagi berjualan keliling
(naah...point ini saya lupa, apakah ia berjualan keliling atau memang
pekerjaannya yang bagian keliling)
Meski demikian, pak Dhilan ini tetap berharap satu
saat nanti ia akan benar-benar bekerja sesuai dengan ijazah yang dimilikinya.
Maka untuk mewujudkan mimpi dan harapannya itu, pak Dhilan melakukan
upaya-upaya agar bisa bekerja. (Eits...sebentar dulu, bukan melakukan upaya
yang bersifat negatif ya). Pak Dhilan melakukan upaya dengan mendekatkan diri
pada Allah SWT, sang pemilik segalanya.
Dalam benaknya pak Dhilan, bagi Allah SWT apa yang
diinginkan itu sangatlah kecil. Makanya ia berusaha merajuk agar yang kecil dan
ringan ini segera ia dapatkan. Mewujudkan kedekatan demi kedekatan pada sang
pemilik keputusan ini maka pak Dhilan bertekad bahwa jika dalam perjalanannya
berkeliling menemukan masji ia akan melakukan sholat, minimal ia akan melakukan
sholat 'tahiyatul masjid'.
Tekadnya ini benar-benar ia buktikan, jika ketemu
masjid di waktu Dhuha maka ia berhenti untuk sholat dhuha, jika ketemu masjid
di waktu sholat wajib maka ia untuk sholat berjamaah. Dan terakhir jika ia
ketemu masjid bukan pada waktu sholat wajib ataupun dhuha maka pak Dhilan tetap
melakukannya untuk sholat dua rakaat berupa sholat 'tahiyatul masjid'.
Cara-cara pak Dhilan yang lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT dalam melakukan pengembaraannya ini, ternyata berbuah manis,
tidak berapa lama iapun mendapatkan pekerjaan. Setelah mendapatkan pekerjaan
tentunya jalan yang ia lakukan tidak berhenti, tetap ia lakukan terus menerus.
Meskipun 'dunia' sudah banyak menghampirinya, ia tetap lakukan cara-cara yang
menjadi tekadnya tersebut.
Pak Dhilan ternyata dalam mewujudkan mimpinya ia hanya
memiliki satu patokan semata, bahwa hanyalah Allah SWT semata yang dapat
menolongnya. Karena baginya menjadikan Sabar dan Shalat sebagai penolong adalah
kunci utamanya. Pak Dhilan sabar dengan usahanya, namun ia tidak ketinggalan
untuk terus menerus melakukan Sholat dalam rangka membentengi diri agar
kesabarannya tidak mudah roboh...
Lalu...bagaimanakah dengan Saya ? hmm...sungguh berat
untuk mengikuti cara dan jalannya, hanya rasa 'iri' yang berkepanjangan karena
ketakberdayaan untuk melakukan hal yang sama. Kalau sahabat ? Insya Allah bisa
melakukannya...
Maka Pak Dhilan sang Sarjanapun telah lulus batu ujian
kehidupan...Wallahualam.
Jakarta Jelang Pergantian Hari
07.02.2018
TGA
Notes : Inti cerita ini dikisahkan sang istri dari sahabatnya, meskipun
dengan tambahan tulisan.
#100HariMenujuRamadhan
#HariKe98
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih telah bersilaturahim di blog kami...