GANDENKU.COM | Serial 100 Hari - Malam sudah semakin
larut, jam di tangan menunjukan pukul 20.30 WIB, namun tugas sosial untuk
mengantarkan pesanan bawang dari partisipan aksi bantu petani belum tuntas
dikerjakan. Meskipun saat ini pengiriman bawang bukan yang terakhir, tapi
pengiriman hari ini setidaknya sudah cukup melelahkan karena sudah melalu
perjalanan yang cukup melelahkan dimulai dari pagi hari keluar rumah.
Mengawali perjalanan ‘sosial’
mengantar bawang menyisir daerah yang cukup jauh terlebih dahulu. Tepatnya
sekitaran Kota Tangerang dan berlanjut bablas menyusuri jalanan Tol JORR lalu
melintasi Jagorawi dan berakhir keluar jalan Tol BORR yang turun di jalan Soleh
Iskandar (Solis) atau lebih dikenal dengan jalan baru. Dari bogor mengarah
pulang balik ke Jakarta terlebih dahulu mampir melewati jalan raya Bogor
(sekitaran Cibinong) dan berakhir di sekitaran Depok.
Di Depok yang dikenal dengan istilah
‘Belanda Depok’ dan terkenal dengan buah-buahan lokalnya terutama Belimbing,
sebuah kisah menarik terjadi. Kisah yang tidak dapat dengan mudah untuk
dilupakan sejenak bahkan mungkin untuk selamanya. Menarik bagi saya, meskipun
belum tentu menarik bagi yang lain. Dari sinilah rasanya saya ingin belajar
tentang pentingnya ‘berpikir positif’ terhadap apa-apa yang terjadi pada diri
kita.
Kisah berawal dari pencarian alamat
untuk pengiriman bawang merah yang dibeli dari petani Brebes dalam mendukung
Aksi Bantu Petani ini. Saat sedang melakukan pencarian alamat, sedikit panik
mungkin karena sudah mengalami kelelahan meskipun berdua bergantian. Saat
mencari alamat pemesan, tiba-tiba saja di dalam 'kepanikan' mencari alamat
untuk antar bawang di sekitaran Depok tepatnya di depan gerbang Bela Cassa,
pintu jendela depan di ketuk-ketuk dari luar. Terlihat seorang yang sudah paruh
baya sambil lirih mengatakan “pak saya
minta sedekahnya untuk anak-anak saya. Anak-anak saya lagi perlu peralatan
sekolah" ujarnya saat jendela mobil sudah saya bukakan.
Wajah bapak paruh baya dengan baju
yang ‘lusuh’ ini sangat mengiris perasaan, bahkan terasa perih. Ibaratnya
seperti mata yang perih manakala mengiris bawang. Namun sangat disayangkan dan rasanya malu
diri ini manakala kita tidak mampu untuk memberikan solusi bagi orang-orang
yang ada di sekitar kita.
Marah
ya..., namun marah pada diri sendiri tentunya. Nyess...rasanya, mendengar permohonan tersebut, terenyuh tentunya.
Namun lebih terenyuh lagi posisi saya justru sedang
tidak bisa membantu, bukan tidak mau membantu karena memang tidak pegang dana
saat itu. Rasa sesal sangat mengharu biru ketika tahu ada orang yang meminta
bantuan namun kita tidak mampu membantunya.
Meskipun
belum dapat membantu secara finansial, saya tetap mencoba untuk sekedar
memberikan bantuan meskipun hal itu hanyalah menawarkan cemilan untuk
mengganjal perutnya. Sayangnya tawaran ini tidak berbalas penerimaan, mungkin
bagi bapak ini bukan makanan yang dibutuhkan tapi memang dana yang sedang
dicari.
Saya
tawarkan makanan cemilan sambil bilang "pak...maafkan
saya lagi gak pegang dana. Ini ada juga makanan kecil jika berminat bisa buat
cemilan" bapaknya menolak. Sambil mengucapkan terima kasih bapak
tersebut melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menyusuri pinggiran jalan raya
menuju arah jalan margonda, di tengah malam gulita tanpa menoleh kembali ke
belakang melihat kami berdua menyesali belum bisa membantunya.
Wajahnya...,
jalannya..., masih terbayang meski tidak dapat diingat secara utuh wajahnya
tersebut. Rasa penyesalan yang teramat sangat bagi saya tidak membawa dana
lebihan, karena merasa tinggal satu titik lagi antar bawang pesanan. Setelah
itu langsung pulang menuju Jakarta.
Dalam
perjalanan pulang menuju rumah terlintas dalam bayangan saya, di rumahnya bapak
tersebut. Ketika seorang ibu sedang menenangkan anaknya dengan kata-kata
mujarab penuh harapan "Tunggu bapak
pulang ya nak,...nanti bapak pulang bawa uang". Sementara seorang
bapak justru sedang berjuang mencarikan uang untuk memberikan kebahagiaan bagi
anaknya. Ingatan ini kembali mengingatkan kisah pak tua penjual meja kayu yang
sempat melintas di jalan raya Condet sekitaran tahun 2009. Dengan menggotong
dua buah meja kayu, bapak yang usianya memasuki masa senja yang masih berjuang
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga tercintanya dirumah.
Dibalik
rasa iba dan kasihan ini pula, terlintas pikiran yang terbawa ‘sikap kritis’
penuh prasangka yang belum tentu kebenarannya. Sikap dan ucapan 'kritis' yang
sering saya dengar dari teman-teman "Aah...itukan
modus, siapa tahu itu hanya akal-akalan semata".
Heugh...,
sesak dada ini jika teringat sikap ‘kritis’ tersebut dan rasanya tidak mungkin
bapak tersebut sedang 'bermain-main' sebagaimana sikap 'kritis' orang-orang
yang sering saya dengar. Dalam dua lintasan yang berbeda tersebut. Pikiran kita
terbawa pada dua hal yang mana yang paling menguatkan satu sama lainnya.
Pikiran yang kuat dengan daya dorong ke satu titik, maka itulah pemenang dari
sikap dan tingkah laku kita.
Ditengah
pikiran ini pula sejenak sayapun kembali mengingat tentang nasehat dari seorang
guru dalam sebuah kajian di kantor yang sudah lama, intinya adalah "Lebih baik kita salah karena memberi,
daripada salah karena kita tidak memberi". Nasehat dan sikap yang
sangat moderat dalam mengambil keputusan. Terlebih posisinya berada di tengah.
Kalimat
yang sungguh 'moderat' dan berada di tengah-tengah posisinya ini tidaklah mudah
dilakukan oleh setiap orang. Lagi-lagi dibutuhkan daya dorong yang kuat untuk
‘Berpikir Positif’ terhadap setiap kejadian dan keadaan yang melanda
disekitaran kita. Meresapi nasehat ini, Hmm... rasa sesal ternyata selalu menggelayut
dalam benak saya sampai kini, bayangan wajahnyapun susah untuk hilang. Jika
teringat maka sekedar Istighfar yang selalu dilantunkan.
Teringat
pada apa-apa yang disampaikan teladan Ummat Islam, Rasulullah SAW berkaitan
dengan sedekah yang disampaikan Asma binti Abu Bakar berikut : “Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa
mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan menahan rizki untukmu.”
Betapa
beratnya jika kita tidak melakukan amalan sedekah ini, maka wajar saja jika
para ustadz dan ulama seringkali mengingatkan diri kita ketika hendak kaya maka
di minta untuk melakukan sedekah. Padahal secara ‘logika materi’ disaat butuh
uang tapi justru di suruh untuk memberikan uang kepada orang lain. Maafkan
Saya..., begitulah harapan atas setiap kesalahan yang pernah kita lakukan dan Doakan
Saya Agar Tidak Lalai dengan Urusan ini karena betapa pentingnya sedekah maka
tidak ada jalan lain kitapun harus meminta doa agar diringankan tangan kita
untuk memberi dalam kondisi apapun juga.
Jakarta Dalam Hening
Hujan
03.02.2018
TGA
#100HariMenujuRamadhan
#HariKe100
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih telah bersilaturahim di blog kami...