Langsung ke konten utama
MOHON MAAF karena domain lama sudah diambil alih oleh pihak lain dengan nama GANDENKU.COM untuk itu portal blog ini berubah menjadi AMANAHARKADI.BLOGSPOT.COM sampai dengan pembelian domain baru    

Unggulan

Arkadigital Luncurkan Selusin Kaos PKS

PROMOSI | KaosQue - Dalam rangka menjelang Pemilu 2024 saat ini Arkadigital meluncurkan Selusin Kaos PKS sebagai tahap pertama. Selusin Kaos PKS dengan 12 model desain gambar PKS yang dibuat merupakan salah satu promosi produk pembuatan KaosQue dari Arkadigital.  Untuk desain partai lain nantikan juga kehadirannya. Berikut spesifikasi produk yang kami tawarkan : Bahan CC 20 S, Printing DTF, Lengan Panjang / Lengan Pendek, Ukuran s.d XXL, Harga 85 K untuk ukuran s.d XL. Warna Kaos Hitam dan Putih.  Pemesanan silahkan klik link berikut : PESAN KAOS PKS 

Memaknai Kemerdekaan Bagi Ummat Islam

Foto : Ilustrasi
GANDENKU.COM | Ngopi Pagi (17/08/19) -  Makna kemerdekaan dalam Islam bukan sekedar bebas dari penjajahan namun makna kemerdekaan didalam Islam itu maknanya jauh lebih luas, bukan sekedar kemerdekaan secara fisik belaka. Bukan sekedar kebebasan dari kaum Imperialisme belaka dan para kaum penjajah semata.
Untuk memahami makna kemerdekaan dalam Islam dapat kita lihat dari sebuah ungkapan dari Sahabat Rasulullah SAW bernama Rib’I bin Amir, sahabat yang ikut dalam perang Qidsiah di masa Kekhalifahan Umar bin Khattab. Perang Qidsiah merupakan perang dalam rangka membebaskan Persia. Persia sendiri saat itu merupakan sebuah negara yang kuat karena memiliki kekuatan militernya.
Dalam perang Qadisiah ini dalam sebuah peperangan terjadi dialog  antara Rib’I bin Amir yang menjadi utusan ummat Islam dengan Rustum di Istananya sebagai pemimpin Persia kala itu. Sebutlah Rustum ini sebagai panglima Persia. Rib’i bin Amir datang ke Persia sebagai pihak yang di undang oleh Persia hal ini dimaksudkan semacam bentuk tawaran namun dalam perjalanannya memiliki tujuan untuk melecehkan kaum Muslimin dengan memperlihatkan kekuatan.
Akan tetapi Rustum yang awalnya hendak melecehkan kaum Muslimin dengan cara memasang galah saat memasuki ruang Istana dengan tujuan agar siapapun yang masuk ia akan serta merta merunduk, hal ini dimaksudkan oleh Rustum agar utusan kaum Muslimin tersebut tunduk padanya.  Karena dengan dipasangnya galah tersebut orang akhirnya tidak lagi bisa jalan dengan berdiri saat melintasinya, melainkan ia harus merunduknya, agar terdapat kesan orang yang melintas tersebut menunduk pada Rustum.
Namun diluar dugaan panglima Rustum, ternyata Rib’I bin Amir datang menunggangi Kuda dengan membawa tongkat yang menunjukan bahwa Rib’I bin Amir adalah bagian dari Pasukan Elit dari Sahabat Rasulullah SAW. Meskipun berkuda, tetapi Rustum tetap sangat berharap agar Rib’I bin Amir turun dari kudanya lalu berjalan sesuai dengan rencana yang diinginkan oleh Rustum dengan cara berjalan merunduk dihadapan Rustum.
Tetapi strategi yang sudah di siapkan Rustum tersebut ternyata telah dibaca oleh Rib’I bin Amir, untuk itulah saat melewati galah yang dipasang Rustum sebagai perangkap tersebut. Rib’I bin Amir pun benar berjalan merunduk hanya saja merunduknya berbeda dengan keinginan Rustum. Justru Rib’I bin Amir berjalan dengan cara berbalik, yang artinya bokongnya terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Rib’I bin Amir seolah sedang membelakangi Rustum.
Bahkan Rib’I bin Amir dalam proses berjalan mundur yang merunduk dengan tidak turun dari kudanya sambil ia menancapkan tombaknya di atas permadani Persia yang sangat terkenal, dan Rib’I masuk dengan bokong terlebih dahulu  seperti orang yang sedang membelakanginya. Jadi saat apa yang diinginkan oleh Rustum itu tidak terjadi.
Kisah di atas menunjukan sebagai bentuk Kemerdekaan yang diperlihatkan oleh Rib’I bin Amir. Kemerdekaan yang diperlihatkan Rib’I bin Amir menunjukan bahwa sebagai seorang Muslim tidak akan tunduk kecuali hanya akan tunduk kepada Allah Ta’ala semata. Hal ini menunjukan bahwa seorang muslim tidak boleh dikuasai oleh dunia, sekalipun permadani yang dihamparkan tersebut sangat Indah untuk dipandang dengan harga yang mahal. Namun Rib’I bin Amir tidak terpesona olehnya. Seorang muslim yang merdeka harusnya memandang dunia ini hanyalah bersifat sementara belaka.
Singkat cerita terjadilah dialog antara Rustum dan Rib’I bin Amir, di antara dialog-dialog tersebut terdapat beberapa ungkapan Rustum yang bertujuan merendahkan dan menjatuhkan mentalitas dari Rib’I bin Amir. Beberapa hal yang diungkapkan Rustum dalam merendahkannya misalnya saja menyebut bangsa Arab sebagai bangsa yang hidupnya tidak jelas dan tidak punya tempat tinggal atau istilah lainnya sebagai hidup sebagai No Maden. Bahkan salah ungkapan merendahkan lainnya menyatakan sebagai bangsa tawanan.
Namun begitu Rustum tetap penasaran apa motivasi yang dimiliki  oleh pasukan Islam sehingga berani menantang pasukan Persia yang terkenal sangat kuat dikala itu. Rasa penasaran Rustum diwujudkan dengan cara bertanya kepada Rib’I bin Amir tentang motivasinya tersebut. Mendengar pertanyaan yang disampaikan oleh Rustum, Rib’I bin Amirpun menjawab tentang misi dari pasukan Islam. 
Jawaban Rib’I bin Amir terkenal dalam ungkapan yang disampaikannya “Kami tidak suka duduk di atas perhiasan kalian ini!” Maka mulailah Rustum berbicara dengan Rib’i bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Rustum bertanya, “Apa yang kamu bawa?” Rib’i menjawab:
“Sesungguhnya Allah mengirim kami untuk mengeluarkan hamba dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju kelapangannya, dan dari kezaliman berbagai agama kepada keadilan Islam. Dia mengirim kami membawa agamanya untuk kami ajak manusia kepada-Nya. Barang siapa yang menerimanya, maka kami akan kembali; membiarkan dirinya dan negerinya untuk diatur olehnya; bukan oleh kami. Tetapi barang siapa yang menolaknya, maka kami akan memeranginya selama-lamanya sampai kami memperoleh janji Allah.”
            Setidaknya tiga pesan yang disampaikan Rib’I bin Amir yang terkenal tersebut dapat dimaknai seuah makna kemerdekaan dalam Islam, secara lebih jelas ketiga pesan yang dimaksud adalah :
1. Membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan sesama manusia dan agar manusia agar menghambakan diri kepada Tuhannya.
Jadi hakikat kemerdekaan itu adalah ketika kita bisa mengaktualisasikan pengabdian kita, ibadah kita kepada Allah SWT dengan utuh dan sempurna. Itulah makna kemerdekaan yang sesungguhnya, jadi ketika kita ingin beribadah kepada Allah itu kita bebas melaksanakan ibadah itu tanpa ada pemaksaan, tanpa ada hambatan, rintangan dan lain sebagainya. Termasuk ibadah kepada Allah SWT dalam menegakan syariat-Nya. Kalau dalam menegakan syariat-Nya kita tidak memiliki kekhawatiran  dan tidak mendapat ancaman berbagai bentuk kepada kita melalui penangkapan, penahanan dan lain sebagainya dan kita merasa tidak takut di ancam  maka disitulah makna kemerdekaan yang sebenarnya.
Kemerdekaan hakiki adalah ketika kita mampu melaksanakan penghambaan diri kepada Allah SWT secara utuh, secara sempurna termasuk juga beribadah dalam  melaksanakan syariat-syariatNya dan aturan-aturan Allah SWT. Selama kita masih merasa takut dan terancam untuk melaksanakan  syariat Allah sebagai bentuk penghambaan diri  kepada Allah SWT maka pada hakikatnya kita belum merdeka.  Untuk itulah kita harus memerdekakan diri kita, artinya kita harus terus berjuang sampai dimana kita bisa mengaktualisasikan diri kita secara bebas dan leluasa dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada perasaan takut dan tidak ada perasaan terancam. Selama hal ini belum kita dapati maka kita belum dapat dikatakan sebagai orang yang sudah merdeka atau sebagai bangsa yang sudah merdeka.

    2. Membebaskan manusia dari sempitnya kehidupan duniawi menuju lapangnya kehidupan dunia.
Artinya  ketika manusia masih memiliki orientasi pada dunia dan dunia menguasai dirinya serta menjadikan dunia sebagai orientasinya dan segalanya  maka sesungguhnya di belum merdeka, dia berada dalam penjajahan dunia, dia berada dalam kekuasaan dunia. Oleh karena itu Khalifah Abu Bakar dalam doanya mengatakan “Ya Allah jadikanlah dunia dalam genggaman dan jangan kau jadikan dunia dalam hatiku”. Orang yang menjadikan dunia dalam hatinya itu adalah orang yang sedang terjajah dengan dunia. Contohnya adalah orang yang mengabaikan kewajiban shalat karena pertimbangan sebuah pekerjaan maka orang ini sedang terjajah oleh dunia, atau orang yang memprioritaskan dunia daripada akheratnya. Padahal akherat itu “Khairul Wa Abqo” lebih baik  dan lebih abadi dan lebih kekal, dunia ini hanyalah sementara belaka.
Begitu juga halnya dengan orang-orang yang kikir dan pelit dan tidak mau mendermakan rizki dan karunia yang Allah berikan maka itulah orang-orang yang terjajah dengan dunia. Jadi kita jangan sampai seperti itu terjajah oleh dunia, menjadi orang yang kikir, tidak mau berinfak, tidak mau bersedekah lalu kita tinggalkan dan mengorbankan agama hanya untuk mencari dunia. Maka orang-orang semacam inilah bagian dari orang-orang yang terjajah oleh dunianya. Apalagi dunia menjadi orientasi hidupnya.
Bukan berarti kita tidak boleh mencari dan menikmati kesenangan dunia, tidak dilarang kita menikmati dan mencari kesenangan dunia. Justru Allah menciptakan dunia ini untuk manusia tapi jangan sampai dunia yang kita kejar lalu kita melupaka akherat. Dunia kita cari mati-matian dan akherat kita sepelekan, padahal akherat inilah yang justru akan menjadi bekal kita dalam kehidupan diakherat nanti. Seorang muslim yang baik adalah yang mengetahui bahwa nilai akherat itu jauh lebih tinggi, lebih bernilai daripada dunia. Dunia disisi Allah Subhana Wa Ta’ala adalah sangat rendah. Oleh karena itu sikapilah dunia ini dengan ketaqwaan  agar kita tidak dikuasai oleh dunia. Tumbuhkan nilai-nilai ketaqwaan dalam diri kita  sehingga kita mampu mengendalikan dunia, jangan sebaliknya kita yang dikendalikan oleh dunia, yaitu orientasi hidup kita untuk akherat harus jauh lebih besar daripada orientasi kepada dunia.
Oleh karena itu saat kita sedang sibuk lalu mendengar suata Adzan dikumandangkan maka bergegaslah sekalipun banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan. Kalau bisa kita datang lima menit sebelum adzan berkumandang, dan lebih baik lagi jika kita sekalian menjadi muadzinnya. Karena menjadi seorang muadzin itu akan mendapatkan pahala yang begitu besar dari Allah SWT.  Jadi jika masih ada orang yang mengorbankan akherat untuk kepentingan dunia maka itulah orang-orang yang terjajah.

3. Membebaskan manusia  dari segala bentuk ketidak adilan dan kedzholiman agama-agama atau ideologi-ideologi yang ada menuju pada keadilan ideologi Islam dan agama Islam.
Artinya bahwa kita belumlah merdeka sebelum kita mendapatkan perlakuan adil. Apalagi sebagai ummat Islam yang mayoritas, dan sudah berjuang dalam memerdekakan negeri ini. Kalau kita tidak diperlakukan dengan adil, adanya diskrimasi terhadap ummat Islam maka sesungguhnya kita ini belumlah merdeka, ketidak adilan ini haruslah dilawan, ketidak adilan ini haruslah ditumbangkan, kedzholiman ini harus ditumbangkan. Tidak boleh dibiarkan, tidak boleh kita diperlakukan selamanya dengan tidak adil dan secara dzholim.
Disinilah perlunya kita membangun kebersamaan, karena dengan kebersamaan itulah maka perjuangan untuk menegakan keadilan, menumbangkan kedzholiman itu lebih ringan. Karena dengan kebersamaan itulah kita memiliki wakil rakyat dalam memperjuangkan aspirasi sesuai dengan tuntunan Agama dan tidak melanggarnya. Insya Allah dengannya maka tanggung jawab kita akan menjadi ringan karena ada wakil-wakil kita yang memperjuangkan  apa yang menjadi tugas kita sebagai Ummat Islam.
Dalam membangun kebersamaan itu haruslah disiplin, harus komitmen, haruslah Iltizam, Komitmen dalam sebuah kebersamaan tersebut, jangan kemudian kita mengalami inkonstinsi dalam sebuah komunitas karena kita merasa tidak butuh dengannya. Karena merasa bahwa pandangan-pandangan kita, pendapat-pendapat kita lebih benar dan lebih bagus dari pada pandangan orang-orang kebanyakan dalam sebuah komunitas yang disampaikan secara kolektif.
Inilah makna dari sebuah kemerdekaan, kemerdekaan itu adalah ketika memiliki kebebasan dalam beribadah kepada Allah Subhana Wa Ta’ala, serta membebaskan dan mengaktualisasikan penghambaan diri kita hanya kepada Allah Subhana Wa Ta’ala termasuk dalam melaksanakan syariat-Nya dan hukum Allah, tidak ada rasa takut, cemas dan khawatir dalam melaksanakan itu semua. Kedua adalah tidak berorientasi kepada dunia sebagaimana kita mampu mengendalikan dunia dan dalam sikap kita bukan dunia yang mengendalikan kita karena ada dalam hati kita.
Kita juga merasa bahwa apa yang Allah berikan hanyalah sebuah titipan saja dan kapanpun kita harus siap untuk mengembalikannya apakah dengan cara berzakat, berinfak dan bersedekah atau melalui kontribusi dalam membela perjuangan Palestina dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Misalnya dengan menyerahkan bantuan dalam program One Man One Ten Dollar. Maknanya kita tidak mencintai dunia kita, harta kita melebih cinta kita kepada Allah. Terakhir adalah makna kemerdekaan itu ketika kita diberlakukan secara adil sebagai mayoritas ummat Islam dan juga sebagai ummat Islam yang sudah berjuang dan banyak berkorban dan tidak ada lagi diskrimasi yang dilakukan terhadap ummat Islam misalnya yang terjadi pada tokoh-tokoh ulama yang sudah berjuang. [TGA]

Komentar

Postingan Populer