GANDENKU.COM |
Indonesia Tanpa Rokok - Gudang Garam, perusahaan rokok ini, tahun 2018, memperoleh pendapatan sebesar 95,71 trilyun rupiah. Lantas untungnya adalah sebesar 7,79 trilyun rupiah.
Sampoerna, tahun 2018 memperoleh 106,74 trilyun rupiah. Lantas untungnya adalah sebesar 13,54 trilyun rupiah. Berapa gaji kalian? Rp 10 juta? Maka kalian butuh 1.354.000 bulan, alias 1 juta bulan lebih bekerja habis2an untuk menyamai untungnya Sampoerna.
Djarum? Mereka perusahaan tertutup, jadi tidak ada kewajiban lapor. Tapi diyakini, pendapatan dan untung mereka sama fantastisnya dengan perusahaan rokok lain. Angka2 itu bukan hoax, itu ada di laporan keuangan resmi perusahaan2 tersebut.
Indonesia adalah surganya bisnis rokok. Di negara2 maju, seperti Amerika, Eropa, dll, industri rokok ini sudah sejak belasan tahun lalu tersingkir. Di negara sana, tidak ada rumusnya anak remaja bisa beli rokok. Kota New York misalnya, batas minimal beli rokok adalah 21 tahun. Penjaga toko berhak meminta identitas kepada orang yg beli rokok, untuk memastikan usianya memenuhi. Di negara2 maju, harga rokok selangit, peraturannya super ketat. Mereka menjepit pabriknya dari segala sisi.
LANTAS industri rokok ‘terusir’ dari negara2 maju, mereka mencari pasar baru. Kemana? Negara2 berkembang. Indonesia, dengan penduduk 260 juta adalah pasar yang sangat menggiurkan. Kalian totalkan pendapatan seluruh industri rokok di negeri ini, nilainya bisa tembus 400 trilyun rupiah (kombinasi Gudang Garam+ Sampoerna saja sudah 200 trilyun sendiri pendapatannya, belum lagi Bentoel, Djarum, dan pabrik2 kelas kecil menengah lainnya). Kata siapa Indonesia miskin? Lihat itu angkanya, 400 trilyun setiap tahun habis hanya untuk rokok. Dibakar begitu saja. Rokok lebih penting dibanding susu, asupan gizi, biaya pendidikan untuk anak2.
Terus terang saya tidak peduli dengan perokok dewasa. Merokok itu adalah hak setiap orang. Bebas saja. Tapi adalah mencemaskan, ketika industri rokok mengincar perokok anak2 dan remaja. Di negeri ini, siapa yang peduli soal ini? Semua tutup mata. Lihatlah bubaran sekolah, anak2 SMP, SMA merokok santainya. Kok bisa mereka merokok? Karena kita santai bilang ‘bukan urusan saya’. Di sini, bahkan pasal di UU saja bisa mendadak raib. Dan jangan coba2 jika ada lembaga pemerintah yang mencoba melindungi anak2, remaja2 soal rokok, di bully.
Dan industri rokok, lu percaya mereka tidak mengincar perokok pemula? Bullshit. Omong kosong. Mereka punya strategi marketing yang lihai sekali. Sejak mereka berdiri dulu, mereka sudah tahu harus melakukannya. Mereka bungkus dengan beasiswa, sponsor olahraga, dll, dll. Mereka berusaha mengambil-hati masyarakat luas. Itulah trik marketing yang dahsyat. Mana ada rumusnya mereka berharap perokok itu berhenti. Lah, kalau perokok lama berhenti, terus anak2 remaja2 tidak tertarik merokok, bangkrutlah mereka. Ratusan trilyun ini menguap.
Dan enaknya perusahaan2 ini, mereka tidak perlu membela diri atas apapun yang menyerang mereka. Mereka cukup diam, menonton ribuan kader-kader perokok di luar sana siap sedia membela. Termasuk yg bersimpati dan merasa perusahaan rokok adalah hero-nya. Mulai dari logika, membela petani tembakau. Lupa jika adalah fakta, separuh tembakau itu sudah diimpor dari LN. Membela buruh rokok, lupa jika mesin2 telah menggantikan puluhan ribu buruh rokok. Dipecatin itu buruh, diganti mesin. Membela cukai rokok untuk BPJS, lupa dia jika penyakit yang disebabkan oleh rokok, justeru membuat biaya kesehatan membengkak. Trik marketing yang lihai itu telah membuat banyak orang tidak menyadari, jutaan anak2, remaja2 Indonesia terancam menjadi perokok di usia dini.
Dan orang2 yg membela rokok ini sungguh lupa, jika mereka perokok, maka merekalah yang menyumbang ratusan trilyun rupiah kepada pabrik rokok. Pemiliknya, keluarga pemilik pabrik ini hidup mewah, naik jet pribadi, menginap di hotel berbintang, semua kehidupan super mewah di luarnegeri sana, dan boleh jadi tidak merokok sedikitpun; eeeh, dia sibuk membela habis2an, lupa dialah yang memikul kehidupan mewah orang lain. Coba cek, pernah kalian lihat pemilik pabrik rokok ini membuat pernyataan soal diskusi moralitas rokok? Konferensi pers soal ini? TIDAK. Cukup kader-kader perokoknya yg bicara.
Kalian mau berdebat di sisi apa sih soal rokok ini? Ewow, kalian masih punya argumen? Baiklah, silahkan diyakini saja jika rokok itu bermanfaat sehat, dsbgnya. Silahkan kalian IMANI jika aktivitas industri rokok di CSR itu tulus dan suci. Tapi saya Tere Liye, sejak belasan tahun lalu, sudah menulis tentang hipokrasi industri rokok. Saya tidak kemakan jualan mereka bahwa betapa peduli dan mulianya mereka terhadap pendidikan, olahraga dan kesehatan. Mau sehebat apapun mereka membungkusnya. Endgame. Saya tidak percaya. Dan dengan menulis hal ini sejak dulu, semoga generasi berikutnya tercerahkan.
Semoga Tuhan Memberkati Hati Nurani Yang Tersisa.
Sumber Tulisan : FB Tere Liye
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih telah bersilaturahim di blog kami...