GANDENKU.COM | Pada tanggal tersebut saya bergabung bersama sebagian besar
umat Islam dalam aksi damai 55. Kami berenam yaitu saya, Lius Shungkarisma,
Eddie Kusuma, Rahma, Agung dan Martin
berjalan dari Juanda ke Masjid Istiqal. Begitu banyak umat yang berada
disana dan rencananya kami semua akan menuju gedung Mahkamah Agung tetapi jalan
kesana ditutup oleh aparat keamanan dan hanya perwakilan saja yang bisa berada
disana.
Seluruh umat yang berada disana sebenarnya melakukan aksi
damai untuk menyuarakan aspirasi yang sama yaitu penegakan hukum terhadap
terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan tuduhan penistaan agama. Umat
Islam mengawal terus kasus ini sampai dengan vonis keputusan hakim pada tanggal
9 Mei 2017 dimana kasus ini tidak boleh diintervensi oleh penguasa sehingga
penista agama bisa bebas.
Isu isu oleh kelompok pro Ahok terus didengungkan bahwa ada
kelompok radikal yang ingin memaksakan kehendak, yang tidak Pancasilais, yang
tidak mendukung NKRI, yang tidak menghormati Bhineka Tunggal Ika, yang menyulut
SARA dan lain lain.
Kenyataannya yang
terjadi di lapangan pada saat kami, warga minoritas, beragama Kristen dan Budha
turun ke jalan, tidak ada satupun umat Islam
dari sekian ribu orang yang berpapasan dengan kami berantipati tetapi
justru sebaliknya mereka mengucapkan terima kasih. Kalau mereka tidak suka
kepada orang Kristen dan Tionghoa tentu tidak akan mungkin mereka menyapa kami
dan orang berduyun duyun ingin berfoto bersama Lius Shungkarisma. Saya betul
betul terharu selama beberapa jam semua orang yang kami jumpai menyapa Lius,
bahkan orang yang sedang naik motor, naik mobil berhenti sesaat dan menyalami
Lius. Ternyata umat Islam sangat toleran, ternyata tidak benar apa yang
difitnahkan oleh kelompok pro Ahok bahwa FPI,
HTI membenci kafir. Tidak benar sama sekali….
Aksi damai yang katanya berjilid jilid mulai dari 411, 212,
112, 313, 411, 55 semuanya dilakukan dengan super damai, tidak ada kerusuhan,
tidak ada pengrusakan apapun dan atas komando Habib Riziek semuanya berjalan
tertib. Luar biasa…
Tanggal 9 Mei 2017, vonis terhadap Ahok sudah diputuskan
bahwa terdakwa dipenjara 2 tahun.
Ahokers tidak terima, berdemolah mereka di LP Cipinang bahkan merusak
pagar dan berusaha merobohkan pagar tersebut. Massa semakin beringas dan ganas,
ada pula yang menangis histeris. Tuntutannya adalah Ahok menjadi tahanan kota
bahkan meminta pembebasan si penista agama. Dalam 3 hari kemudian drama
tersebut terus berlangsung bahkan pada hari suci Waisak yang seharusnya tidak
boleh ada demo, mereka abaikan.
Marwah keputusan hakim yang secara legal sudah
diputuskan dilawan oleh ahokers, bahkan Djarot , plt Gubernur DKI sekarang ikut
meminta ahok menjadi tahanan kota. Menteri Yasona Laoli sebagai menteri
menhukham dan kawan kawan berbondong-bondong menengok Ahok hari itu juga.
Ada apa dengan negeri ini? Para penguasa selalu bersuara
lantang, koruptor harus dihukum, hukum harus ditegakkan, NKRI harus utuh,
Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara harus dilindungi tetapi yang mereka
pertontonkan adalah sebaliknya. Mereka tidak patuh hukum, mereka membiarkan
korupsi semakin merajalela bahkan Novel Baswedan menjadi korban dan sampai
sekarang polisi tidak bisa mengungkap siapa pelakunya. Rakyat dibiarkan
terpecah dan terbelah dan perpecahan menjadi semakin meruncing. Mencari kambing
hitam yaitu umat Islam yang diwakili oleh FPI dan ormas lainnya bahwa mereka
anti Pancasila.
Saat ini kita semua mengelus dada…..prihatin….
Dalam keadaan seperti ini yang seharusnya mereka legowo atas
keputusan hakim, mereka malah menggalang kekisruhan dimana-mana. Pengiriman
karangan bunga yang jelas jelas sampah, menyalakan lilin karena katanya Ahok
adalah terang dunia. Astaga….
Padahal semakin banyak lilin yang dinyalakan akan semakin
besar api yang ditimbulkan. Api yang besar bisa membuat kebakaran dan kebakaran
akan sulit dipadamkan. Penyalaan lilin secara besar besaran semakin mengundang
sikap antipati, semakin memperuncing kondisi dalam masyarakat yang seharusnya
setelah Ahok kalah dalam Pilkada, kemudian akibat kesalahan dan dosanya bahwa
dia dihukum 2 tahun maka warga DKI atau masyarakat Indonesia harusnya memulai
rekonsiliasi untuk kepentingan bangsa ini ke depan.
Ada sebab ada akibat. Sebab dari mulut kotornya Ahok maka
akibatnya adalah hukuman penjara. Ini sudah cukup menjadi pelajaran bagi semua
orang. Seharusnya janganlah ada keributan terus menerus yang akan menguras
energi tenaga dan pikiran bangsa ini.
Kepada Ahokers, hentikan semua hiruk pikuk yang mengancam
keutuhan bangsa ini dan mulailah kembali bekerja, bekerja dan bekerja sesuai
dengan slogan Presiden Jokowi yang kalian banggakan . You are not deserved to
sacrifice your whole energy just only for Ahok. Ada banyak yang harus kita
pikirkan untuk membangun bangsa dan negara ini.
Salam Indonesia Raya,
Agnes Marcellina